namaku

namaku
Endan syaepul syahdan

Minggu, 20 Oktober 2024

definisi jujur



KEUTAMAAN KEJUJURAN

Definisi jujur

Etimologi
Secara etimologi, jujur merupakan lawan kata dusta. Dalam bahasa Arab diungkapkan dengan "Ash-Shidqu" sedangkan "Ash-Shiddiq" adalah orang yang selalu bersikap jujur baik dalam perkataan mau pun perbuatan (4)
Allah swt. berfirman,
"..maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya." (an-Nisa' [4]:69)
Maksud "para pecinta kebenaran" pada ayat di atas adalah mereka yang gemar bersikap jujur, mengakui kebenaran, atau orang yang mempraktikkan apa dikatakanya. Ada juga yang menafsirkan bahwa mereka adalah pengikut terbaik paar nabi yang denngan segera mengakui kebenaran knabian, seperti Abu Bakar r.a.
Terminologi

Para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definasi jujur secara termino;ogi, di antara definasi jujur mengikut para ulama terebut adalah sebagai berikut.


a)  Jujur adalah kata hati yang sesuai dengan yang diungkapkan. Jika   salah satu   syarat itu   ada yang hilang, belum mutlak disebut jujur. (Raqib)

b)  Jujur adalah hukum yang sesuai dengan kenyataan, dengan kenyataan, dengan kata lain, lawan dari bohong.(7) (Jurjani)

c)  Jujur adalah kesesesuaian antara lahir dan batin, ketika keadaan seseorang tidak didustakan  dengan tindakan-tindakannya, begitu pula sebaliknya.

d)  Para ulama menjadikan ikhlas sebagai perkara yang tidak boleh luput dan kejujuran itu sifatnya lebih umum, yakni  bahwa semua orang yang jujur sudah tentu ikhlas. tetapi tidak semua orang yang ikhlas itu jujur.

e)  Imam Junaid pernah ditanya tentang makna ikhlas dan jujur, "Apakah keduanya sama atau berbeda?' Dia menjawab, "Keduanya berbeda. Jujur merupakan asas segala sesuatu, sedangkan ikhlas itu tidak dapat terwujud  kecuali setelah masuk dalam amal. Amal terebut pun tidak akan diterima kecuali jika disertai jujur dan ikhlas."(8)

f)  Kejujuran adalah kemurnian hati Anda, keyakinan Anda yang mantap, dan ketulusan amal Anda. (imam Qusyairi)
Dalil tentang kejujuran

Dalam Alqur’an Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kalian beserta orang-orang yang jujur. ” (Q.S. At Taubah: 119)
Dalam Allah swt. memerintahkan orang yang beriman untuk selalu bersama orang-orang jujur dan Ia berjanji akan menempatkan mereka bersama para nabi, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh.
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كذاباً  رواه مسلم .

Abdullah bin Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR Muslim) Shohih Muslim hadits no : 6586
Makna Secara Umum:
Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa siapa yang berusaha untuk jujur dalam perkataan maka akan menjadi karakternya dan barangsiapa sengaja berdusta  dan berusaha untuk dusta maka dusta menjadi karakterya. Dengan latihan dan upaya untuk memperoleh, akan berlanjut sifat-sifat baik dan buruk. 
Hadits diatas menunjukkan agungnya perkara kejujuran dimana ujung-ujungnya akan membawa orang yang jujur ke jannah serta menunjukan akan besarnya keburukan dusta dimana ujung-ujungnya membawa orang yang dusta ke neraka.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits:
1.    Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam.
2.    Diantara petunjuk Islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
3.    Jujur merupakan sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat.
4.    Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
5.    Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
6.    Menjawab secara jujur ketika ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
7.    Dusta merupakan sifat buruk yang dilarang Islam.
8.    Wajib menasihati orang yang mempunyai sifat dusta.
9.    Dusta merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.
Kedudukan  jujur

Ibnu Qayyim berpendapat bahwa jujur adalah sifat yang membuat seseorang menjadi terhormat. Dari sana akan muncul seluruh derajat para pencari kebenaran dan jalan yang paling lurus. Orang yang tidak menitinya akan celaka. Kejujuran membedakan antara orang munafik dan orang mukmin serta penduduk surga dan penduduk neraka. Kejujuran adalah pedang Allah swt. di muka bumi. Pedang tersebut tidak akan pernah diletakkan pada sesuatu, kecuali iamematahkannya dan tidak akan berhadapan dengan yang batil kecuali ia akan melawan dan menumbangkannya.

. Barang siapa naik takhta dengan jujur, dia tidak akan diturunkan. Kejujuran dapat membungkam musuh. Kejujuran adalah ruh segenap amal, pangkat segala seusatu, faktor yang mendorong seseorang berani menghadapi rintangan, dan pintu masuk bagi hamba yang indin sampai ke hadirat Allah swt. Kejujuran juga merupakan fondasi tegaknya agama dan tiang penyangga tenda keyakinan.
sedangkan kebohongan adalah dasar kemunafikan. Apabila kebohongan berkumpul dengan keimanan, salah satunya pasti tumbang

Derajat kejujuran berada di urutan kedua setelah derajat para nabi sebagai derajat paling tinggi.
Di antara tempat-tempat tinggal mereka di surga, akan mengalir mata air dan sungai-sungai ke tempat tinggal orang-orang yang jujur. Kelak hati-hati mereka pun akan saling bertautan.
 Allah swt. juga mengisahkan tentang kekasih-Nya, Ibrahim a.s., bahwaIbrahim telah memohon kepada-Nya agar dianugerahi lisan yang jujur sebagai teladan bagi generasi yang akan datang setelahnya. Hal itu, Allah kisahkan di dalam firman-Nya,


"Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian." (asy-Syu 'ara [26]:84)

Pertentangan antara kejujuran dengan kebohongan tidak memerlukan sesuatu yang luar biasa untuk membedakan salah satunya dengan yang lainnya, karena pertentangan tidak terjadi di antara dua hal yang mirip sehingga salah satunya bisa rancu dengan yang lainnya, bila kejujuran memiliki derajat-derajat keluhuran dan kebohongan juga memiliki derajat-derajat kerendahan, maka Nabi yang jujur adalah orang yang paling jujur, yakni kejujurannya menempati derajat paling tinggi, sementara pengaku diri sebagai nabi pembual besar adalah orang yang paling bohong, karena dia berbohong atas nama Allah,

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ


“Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?” (Qs.Az-Zumar: 32),

dengan itu seorang nabi palsu sekaligus pembual besar berada di derajat kerendahan dusta yang paling bawah, selanjutnya tidak mungkin keadaan seorang nabi sejati dengan nabi palsu bisa samar kecuali bagi orang-orang yang berada di tingkat kebodohan dan kedunguan paling parah, dari sini maka kehidupan seorang nabi dan keadaannya membuktikan kejujurannya dan menetapkan kenabiannya sekalipun tidak ada mukjizat.

Kenabian hanya diakui oleh orang yang paling jujur atau orang yang paling dusta, yang pertama tidak akan rancu dengan yang kedua kecuali bagi orang yang paling bodoh, bahkan kehidupan masing-masing berbicara tentangnya dan mengungkapkannya, membedakan antara si jujur dengan si dusta memiliki banyak cara dalam masalah yang lebih rendah dari kenabian, lalu bagaimana dengan kenabian?

Betapa bagusnya ucapan Hassan,
Seandainya tidak ada bukti yang nyata padanya
Niscaya penampilannya saja telah memberitakan padamu.

Barangsiapa mengetahui Rasul, kejujuran, kesetiaan dan kesesuaian antara kata-kata dengan perbuatannya niscaya dia meyakini secara pasti bahwa beliau bukan seorang penyair dan bukan pula seorang dukun.

Manusia membedakan antara si jujur dan si dusta dengan berbagai bentuk bukti, bahkan di bidang pekerjaan dan perkataan, seperti orang yang mengaku bisa bertani, bisa menenun, menulis, menguasai ilmu nahwu, ilmu pengobatan, ilmu fikih dan lainnya. Sedangkan kenabian mencakup ilmu-ilmu dan amal-amal perbuatan yang merupakan sifat seorang rasul, ia dalam ilmu paling mulia dan perbuatan paling luhur, lalu mana mungkin si jujur tidak bisa dibedakan dengan si dusta dalam hal ini? Tidak disangsikan bahwa para ulama ahli tahqiq sudah menyatakan bahwa berita satu orang, dua orang atau tiga orang bisa ditunjang oleh indikasi-indikasi yang membuatnya mampu menetapkan ilmu yang dipastikan, sebagaimana kerelaan seseorang, cinta, marah, bahagia, sedihnya dan perkara lain dalam jiwanya lainnya bisa dketahui melaui aura wajahnya yang terkadang tidak mungkin diungkapkan.
Allah berfirman,
وَلَوْ نَشَاءُ لَأَرَيْنَاكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيمَاهُمْ وَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِي لَحْنِ الْقَوْلِ
Dan kalau Kami kehendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka.” (Qs.Muhammad: 30).
Hukum Berkata jujur sudah jelas  wajib. Baik itu dalam beribadah maupun dalam bermu’amalah seperti jual beli. Namun ada juga kondisi tertentu dimana seseorang diperbolehkan untuk berbohong
·         Bohong yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mendamaikan dua orang saudaranya yang sedang bermusuhan.
·         Bohong yang dilakukan suami untuk menyenangkan istrinya atau bohong yang dilakukan istri untuk menyenangkan suaminya.
·         Bohong untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang terancam.
Kisah Teladan Kejujuran

                Suatu hari bocah cilik bernama Abdul Qodir Jailani berkata pada ibunya:”Ibu ijinkan aku ke Bagdad untuk belajar dan berziarah pada orang-orang shalih. Sang ibu terheran-heran mendengar permintaan anaknya. Sambil menangis pilu ia berkata:”Mengapa engkau berkata begitu anakku?”. Lalu Abdul Qadir menjelaskan keinginanya untuk menuntut ilmu.
                Dengan berat hati, akhirnya sang ibu melepaskan Abdul Qadir pergi. “Hai anakku,` berangkatlah!Engkau telah aku titipkan pada Allahu” ujarnya. Tak lupa sang ibu memberi uang sebesar 40 dinar yang disimpan didalam saku baju.” Jangan lupa pesan ibu. Selalulah berkata benar dan berlaku jujur dalam keadaan apapun,”tambah sang ibu. Abdul Qadir pun pamit dan segera bergabung dengan kafilah menuju bagdad.
                Baru saja mereka meninggalkan kota Hamdan, tiba-tiba mereka dikepung segerombolan perampok. Kawanan perampok itu serta merta melucuti semua harta yang ada dalam kafilah itu. Anehnya kawanan perampok itu tidak mengusik sedikitpun Abdul Qadir Jaelani. Hal ini membuatnya terheran-heran.
                Tiba-tiba seorang perampok yang tengah melintas didepannya bertanya,”Hai orang fakir, engkau mempunyai apa?”
“Ada uang yang terjahitdalam saku dibawah ketiakku,” jawab Abdul Qadir.
                Perampok itu mengira Abdul Qadir mengejeknya, karena itu dia segera berlalu tanpa berbuat apa-apa. Tak lama kemudian muncul lagi perampok lainnya dan bertanya sebagaimana perampok pertama tadi. Abdul Qadir pun menjawab sejujurnya.
                Setelah semua harta kafilah itu mereka lucuti, Kawanan membagi harta jarahan disebuah bukit yang tak jauh dari situ.Disitu patra perampok menyampaikan apa yang mereka lihat dari Abdul Qadir. Melihat hal itu kepala perampok merasa heran. Lalu ia bertanya kepada Abdul Qadir,” apakah yang anda bawa?”
” 40 dinar,” jawab Abdul Qadir
“Di manakah itu?” tanyanya kemudian
” Terjahit dalam saku dibawah ketiakku.”
                Disaksikan anak buahnya, kepala perampok itu memeriks Abdul Qadir. Setelah mendapatkan apa yang dikatakan itu benar mereka bertanya,” Mengapa engkau mengatakan yang sebenarnya?”
” Karena ibuku berpesan supaya selalu berkata benar dan jujur dan aku tidak menyalahi janjiku ,” jawab Abdul Qadir jailani mantap.
                Tiba-tiba pimpinan perampok itu menangis. “Engkau tidak menkhianati janjimu pada ibumu, sedang kami telah bertahun-tahun menyalahi dan melanggar larangan Allah. Maka sejak hari ini kami bertaubat pada Allah,”tuturnya.
                Melihat tindakan pimpinannya, semua perampok itu ikut bertaubat. Mereka berkata, “Engkau pimpinan kami dalam perampokan. Maka engkau jauga pimpinan kami dalam bertobat.” Setelah itu mereka mengembalikan harta rampokan kepada pemiliknya. Mereka juga berjanji tak akan mengulangi perbuatan dosa lagi.
                                Terbukti, buah kejujuran tak hanya melahirkan kebajikan. Kejujuran ternyata juga mampu menerangi hati manusia yang terbelenggu dosa dan maksiat. Kejujuran yang telah diperlihatkan Abdul Qadir Jailani mampu mengetuk pintu hati pimpinan perampok serta anak buahnya hingga mereka bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.
Hikmah

Bila kejujuran seperti tersebut di atas terwujud, banyak hikmah yang akan dipetik. Pertama, jujur akan mengantarkan ke surga. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan ke surga … dan sungguh kebohongan akan mengatarkan kepada dosa, dan dosa akan mengantarkan kepada neraka .…” (HR Bukhari-Muslim).

Berdasarkan ini, jelas bahwa tidak mungkin kebaikan akan datang jika manusia yang berkumpul di dalamnya adalah para pembohong dan pendusta. Bila di tengah mereka menyebar kebohongan maka otomatis dosa akan semakin merajalela. Bila dosa merajalela maka jamainanya adalah neraka.

Kedua, jujur akan melahirkan ketenangan. Rasulullah SAW bersabda, “… maka sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan kebohongan adalah keraguan .…” (HR Turmidzi). Orang yang selalu jujur akan selalu tenang, sebab ia selalu membawa kebenaran. Sebaliknya, para pembohong selalu membawa kebusukan dan kebusukan itu membawa kegelisahan akibat kebusukannya. Ia akan selalu dihantui dengan kebohongannya dan takut hal itu akan terbongkar. Dan, bila seorang pembohong seperti ini menjadi pemimpin maka ia tidak akan sempat mengurus rakyatnya, karena ia sibuk menyembunyikan kebusukan dalam dirinya.

Ketiga, jujur disukai semua manusia. Abu Sofyan pernah ditanya oleh Heraklius mengenai dakwah Rasulullah SAW.  Abu Sofyan menjelaskan bahwa di antara dakwahnya adalah mengajak berbuat jujur. (HR Bukhari-Muslim).

Rasulullah SAW terkenal sebagai manusia yang paling jujur. Bahkan, sebelum kedatangan Islam, beliau sudah masyhur sebagai orang yang jujur. Orang-orang kafir Makkah pun mengakui kejujuran Rasulullah SAW, sekalipun mereka tidak beriman. Bahkan, mereka memberi gelar al-Amin (orang yang tepercaya) kepada Rasulullah. Selain itu, mereka juga selalu menitipkan barang berharga kepada Rasul SAW.

Keempat, jujur akan mengantarkan pelakunya pada derajat tertinggi. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memohon dengan jujur untuk mati syahid, (maka ketika ia wafat) ia akan tergolong syuhada sekalipun mati di atas kasurnya.” (HR Muslim).

Dan kelima, jujur akan mengantarkan pada keberkahan. Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa seorang pembeli dan pedagang yang jujur dalam melakukan transaksi perdagangannya maka ia akan diberkahi oleh Allah. Sebaliknya, jika menipu maka Allah akan mencabut keberkahan dagangannya. (HR Bukhari Muslim).
Wallahu a’lam


Kewajipan Menutup Aurat

Ditulis oleh :

Dewasa ini kita menyaksikan ramai wanita yang telah memakai tudung di tempat-tempat awam samada yang berjubah, berbaju kurung atau berseluar. Ini merupakan satu fenomena yang baik jika dibandingkan dengan zaman datuk nenek kita yang mana sukar untuk kita melihat para wanita memakai tudung. Namun begitu, ada juga sesetengah wanita di zaman ini yang kurang mengerti apakah pengertian sebenar menutup aurat. Sekadar memakai tudung di tempat-tempat awam telah disangkanya menutup aurat, sedangkan menutup aurat dan hanya memakai tudung melitupi kepala adalah dua perkara yang berbeza. Fenomena bertudung ini akan bertambah baik sekiranya para wanita memahami pengertian aurat dan bagaimana menutup aurat dengan sempurna serta mempraktikkannya dalam kehidupan seharian. Artikel ini akan cuba untuk mendefinisikan apakah aurat wanita yang sebenar dan penulis akan membawakan dalil yang menunjukkan kewajipan menutup aurat menurut al-Quran dan Sunnah, syarat-syarat pakaian yang menutup aurat menurut syara’ serta definisi mahram.
Kepentingan menutup aurat
                Mengapa manusia perlu menutup aurat? Dan mengapa urusan berpakaian ini tidak diserahkan kepada manusia? Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah pencipta kita, Dia lebih mengetahui perihal hambaNya lebih daripada hambaNya mengenali dirinya sendiri. Jika urusan pakaian ini diserahkan kepada manusia, nescaya ia boleh membawa kepada kerosakan. Kita lihatlah sendiri, sedangkan hukum pun telah ditetapkan, ramai wanita yang hampir sahaja bertelanjang di luar sana, apatah lagi jika hukum ini diserahkan kepada manusia. Setiap insan, baik lelaki mahupun wanita, perlulah berpegang teguh dengan pakaian syar’ie iaitu cara penutupan aurat yang telah ditetapkan oleh Allah. Tidak semestinya perihal berpakaian ini termasuk urusan keduniaan, maka kita sewenang-wenangnya boleh melanggar perintah ini. Seperti yang kita sedia maklum, Islam merupakan agama yang meliputi urusan akhirat dan dunia. Oleh itu, ketaatan merupakan suatu kewajipan bagi kita terhadap kedua-dua jenis urusan ini, baik ukhrawi mahupun duniawi.

Definisi aurat
Dari segi bahasa, aurat membawa maksud kecacatan atau keaiban pada sesuatu. Ia juga bermaksud apa jua yang ditutupi oleh manusia kerana rasa malu[1]. Manakala secara istilahnya, aurat bermaksud setiap anggota yang wajib ditutup dan haram untuk dilihat[2]. Di sini, penulis akan membincangkan apakah anggota yang wajib ditutup oleh seorang wanita Muslimah yang telah baligh. Apabila kita membincangkan aurat yang wajib ditutup, ia mempunyai cabang yang banyak; aurat di hadapan mahram, aurat di hadapan bukan mahram (ajnabi), aurat di hadapan suami, aurat di hadapan wanita Muslimah atau kafir. Tulisan ini secara khususnya akan membincangkan aurat yang wajib ditutup di hadapan bukan mahram. Definisi mahram dan penerangan lanjut mengenainya akan diterangkan kemudian di dalam penulisan ini.
Dalil wajibnya menutup aurat
                Kewajipan menutup aurat telah disebut oleh Allah Ta’ala di dalam al-Quran di beberapa tempat. Antaranya, Allah Ta’ala berfirman :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Maksudnya : Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangan mereka   dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutup kain tudung ke dadanya… (al-Nuur : 31)
Allah Ta’ala juga menyebut di dalam al-Quran :
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Maksudnya : Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin kahwin (lagi), tiadalah dosa atas mereka menanggalkan pakaian (pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Nuur : 60)
Seterusnya, Allah Ta’ala juga menyebut :
 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Maksudnya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin : “Hendaklah mereka menghulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, kerana itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Ahzab : 59)
Ini ialah perintah yang turun dari tujuh petala langit kepada para wanita Muslimah supaya memelihara aurat dan kehormatan mereka. Dan hendaklah para wanita bersegera untuk menyahut seruan Allah ini kerana ia merupakan tanda keimanan, kehambaan serta kepatuhan kita kepadaNya. Ayat-ayat suci ini diulas dan diperincikan dengan lebih lanjut oleh hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam supaya para wanita memahami bagaimanakah untuk menutup aurat seperti yang dikehendaki oleh agama dan bukannya menutup aurat mengikut syariat sendiri ataupun kemahuan sendiri.
Dalam masalah aurat ini, Dr. Abdul Karim Zaidan hafizhahullah mengatakan kaedah yang diguna pakai secara umumnya ialah : “Setiap aurat wanita wajib ditutup dan disembunyikan dari pandangan lelaki yang bukan mahram, dan anggota badan wanita yang bukan aurat boleh dinampakkan dan tidak perlu ditutup dari pandangan lelaki yang bukan mahram melainkan jika ada sebab-sebab tertentu”[3]. Apakah anggota badan wanita yang dikira aurat dan apa pula yang bukan aurat? Majoriti para ulama’ mengatakan bahawa seluruh anggota badan wanita ialah aurat kecuali muka dan kedua tapak tangannya. Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ‘kecuali yang (biasa) nampak daripadanya’ dari ayat 31 dalam surah al-Nuur sebagai muka dan tapak tangan[4].  Jadi setiap wanita Muslimah yang telah baligh wajib menutup seluruh anggota badannya dari pandangan lelaki yang bukan mahram kecuali muka dan kedua tapak tangannya.
Dalam sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha maksudnya : “Asma’ binti Abi Bakr al-Siddiq masuk menemui Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam dan dia memakai pakaian yang nipis, Baginda shallallahu ‘alayhi wa sallam berpaling daripadanya dan berkata : ‘Wahai Asma’, sekiranya seorang wanita telah didatangi haid, anggota badannya tidak boleh diperlihatkan kecuali ini dan ini’, Baginda shallallahu ‘alayhi wa sallam mengisyaratkan ke mukanya dan kedua tapak tangannya”[5].
Syarat pakaian wanita Muslimah
Menutup aurat bukanlah juga semata-mata tidak menampakkan anggota badan kecuali muka dan tapak tangan, tetapi syariat Islam telah menetapkan beberapa syarat pada pakaian wanita Muslimah. Setiap syarat ini perlu dipatuhi supaya ianya memenuhi maksud menutup aurat itu sendiri. Jika salah satu syarat ini tidak dilaksanakan oleh seseorang wanita itu, maka ia tidak dikira sebagai menutup aurat.
Pertama; hendaklah pakaian itu melitupi seluruh badan kecuali anggota yang bukan aurat. Syarat ini telah dibahaskan serba-sedikit di atas. Di sini, penulis akan menyebutkan jenis-jenis pakaian wanita yang digunakan untuk menutup aurat.
1)       Khimar (tudung). Perkataan khimar ini ada disebutkan di dalam al-Quran dalam surah al-Nur ayat 31. Allah Ta’ala berfirman : وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ. Khimar bermaksud kain yang digunakan untuk menutup kepala. Disebutkan di dalam tafsir al-Qurtubi bahawa sebab ayat ini turun adalah kerana wanita pada masa itu memakai tudung dengan mengikatnya dan melabuhkannya ke belakang, oleh itu ia menampakkan leher dan telinga. Kemudian Allah memerintahkan supaya tudung tersebut dilabuhkan ke atas tempat potongan leher supaya ia menutup dada mereka[6]. Oleh itu, dari ayat ini serta sebab turunnya ayat ini, jelaslah seorang wanita Muslimah itu mesti memakai tudung dengan sempurna dengan tidak menampakkan leher, telinga dan dada.
2)       Jilbab. Perkataan jilbab disebut di dalam al-Quran dalam surah al-Ahzab ayat 59. Allah Ta’ala berfirman : يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا. Ibn al-‘Arabi rahimahullah berkata mengenai tafsir ayat di atas : ‘Manusia berselisih pendapat mengenai makna ‘jilbab’ dengan lafaz yang saling menghampiri maknanya antara satu sama lain. Secara umumnya, ia adalah baju yang dipakai untuk menutup seluruh anggota badan’[7]. Jilbab atau dalam erti kata lainnya, pakaian yang menutup aurat wanita itu wajib dipakai ketika keluar dari rumah supaya aurat wanita terlindung dari pandangan lelaki ajnabi. Selain itu, ia juga wajib dipakai walaupun di dalam rumah sekiranya ada lelaki yang bukan mahram. Ini adalah satu perkara yang sering disalah fahami oleh wanita zaman sekarang. Mereka beranggapan bahawa menutup aurat itu hanya apabila keluar dari rumah sedangkan aurat itu perlu ditutup dari terlihat oleh lelaki yang bukan mahram, tidak kiralah walau di mana jua pun tempatnya.
Kita telah mengetahui bahawa wanita wajib menutup seluruh anggota badannya kecuali muka dan tapak tangan, adakah ini bermakna panjang kain wanita itu tiada hadnya dan dia boleh melabuhkannya sesuka hati? Kita lihat suatu hadis yang berbunyi : ‘Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha isteri Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam ketika Baginda menyebut mengenai kain sarung (larangan melabuhkannya bagi lelaki) : Bagaimana pula dengan wanita wahai Rasulullah? Baginda berkata : Labuhkanlah ia sejengkal. Ummu Salamah berkata : Jadi akan terlihatlah kaki kami. Baginda berkata lagi : Labuhkanlah sehasta dan tidak boleh lebih dari itu[8]. Maksud hadis ini ialah wanita boleh melabuhkan kainnya dengan kadar sehasta dari paras tengah betis dan tidak boleh lebih dari itu kerana hadis ini telah jelas melarangnya. Pada zaman Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, para wanita melabuhkan kain untuk menutup kedua kakinya.
Kedua; hendaklah pakaian itu tebal dan tidak nipis. Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata : ‘Dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah aku lihat : satu kaum yang mempunyai cemeti seperti ekor lembu, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita yang berpakaian tetapi bertelanjang, mereka jauh dari ketaatan kepada Allah serta mengajar yang lain tentang perbuatan mereka (tidak menutup aurat), kepala mereka seperti bonggol unta, mereka ini tidak masuk syurga dan tidak mencium bau syurga sedangkan bau syurga itu dapat dihidu dari jarak ini dan ini’[9].
                Hadis ini menunjukkan bahawa haramnya bagi seorang wanita untuk memakai pakaian yang nipis yang menampakkan warna kulit. Ibn Abd al-Barr berkata : ‘Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam memaksudkan wanita yang memakai pakaian yang nipis yang menyifatkan badan mereka serta tidak menutupinya, mereka ini secara namanya berpakaian tetapi pada hakikatnya bertelanjang’[10].
                Ketiga; hendaklah pakaian itu longgar dan tidak ketat. Pakaian yang ketat dan menampakkan susuk tubuh wanita tidak memenuhi maksud menutup aurat kerana ia boleh membangkitkan syahwat dan mendatangkan fitnah serta kerosakan. Pakaian yang ketat tetap dilarang walaupun ianya tebal dan tidak nipis. Dalam sebuah hadis dari Ibn Usamah bin Zaid dari bapanya, beliau berkata : ‘Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam memakaikan aku qubtiyyah (sejenis pakaian dari Mesir yang nipis berwarna putih)  yang tebal, yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbi. Lalu aku memakaikannya pada isteriku. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata kepadaku : ‘Mengapa kamu tidak memakai qubtiyyah?’ Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah, aku telah memakaikannya pada isteriku’. Baginda shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata : ‘Pergilah kepadanya dan suruhlah dia memakai ghilalah[11] di bawahnya, sesungguhnya aku takut ia akan menampakkan susuk tubuhnya’[12].
                Apakah faedahnya memakai pakaian lain di dalam sedangkan baju tersebut adalah tebal? Ini kerana ada baju yang boleh menampakkan susuk tubuh walaupun ia tebal kerana tekstur baju tersebut yang lembut dan licin. Maka oleh itu, wanita perlulah memakai pakaian lain di dalamnya supaya tidak menampakkan lekuk tubuh. Begitu juga jika pada asalnya baju tersebut memang ternyata ketat dan mengikut bentuk tubuh badan, maka ia juga tidak memenuhi syarat menutup aurat dan seorang wanita Muslimah tidak boleh berpakaian sedemikian rupa.
                Keempat; pakaian tersebut tidak menyerupai pakaian lelaki. Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata : ‘Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai lelaki’[13]. Apabila dalam suatu hadis menyebut perkataan ‘laknat’, ini membawa maksud bahawa perbuatan itu merupakan suatu dosa yang besar. Terdapat banyak lagi hadis yang melarang lelaki menyerupai wanita dan wanita menyerupai lelaki. Ibn Hajar rahimahullah menjelaskan bahawa perkara yang dilarang serupa antara lelaki dan wanita ialah pakaian, perhiasan, cara bercakap dan cara berjalan[14].
Definisi mahram
                Adalah amat penting bagi para wanita unt2uk mengetahui siapakah mahram mereka supaya mereka dapat menjaga aurat dari terlihat oleh orang yang tidak sepatutnya. Mahram ialah lelaki yang haram dikahwini oleh seseorang wanita buat selama-lamanya contohnya bapa kepada si perempuan. ‘Kemahraman’ seseorang itu boleh terjadi sebab nasab (keturunan), penyusuan atau al-mushoharah (disebabkan oleh perkahwinan).
                Mahram dari sebab keturunan disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam ayat 31 surah al-Nur.  Mereka ialah :
  1. Bapa; iaitu bapa dan ke atas (datuk, moyang dan seterusnya) kepada si perempuan, samada dari sebelah bapa atau ibunya.
  2. Anak lelaki; iaitu anak kepada si perempuan. Termasuk di dalamnya ialah anak lelaki kepada anak (cucu) dan ke bawah, samada daripada anak lelaki atau perempuan.
  3. Adik-beradik lelaki; samada daripada yang seibu dan sebapa, atau seibu sahaja atau sebapa sahaja.
  4. Anak lelaki kepada adik-beradik lelaki dan ke bawah.
  5. Anak lelaki kepada adik-beradik perempuan dan ke bawah.
  6. Bapa saudara dari sebelah ibu dan bapa; mereka adalah mahram yang disebabkan keturunan walaupun tidak disebutkan dalam ayat 31 surah al-Nur. Ini kerana mereka menduduki tempat ibubapa. Bapa saudara turut dipanggil bapa; ini direkodkan dalam al-Quran dalam surah al-Baqarah ayat 133, apabila anak-anak Nabi Yaakob ‘alayhis-salam berkata : ‘Kami (akan) menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapa-bapamu (iaitu) Ibrahim, Isma’il dan Ishaq..’. Nabi Isma’il ‘alayhis-salam adalah bapa saudara kepada anak-anak Nabi Yaakob ‘alayhis-salam.
Manakala mahram yang disebabkan oleh penyusuan pula disebut dalam suatu hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata : Selepas turunnya ayat hijab, Aflah, saudara kepada Abu Qu’ais, meminta izin daripadaku untuk masuk, aku berkata : Aku tidak akan benarkan sehinggalah aku minta izin daripada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam, ini kerana bukan Abu Qu’ais yang menyusukan aku tetapi isterinya yang telah menyusukan aku. Kemudian Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam masuk kepadaku, lalu aku berkata kepada Baginda : Aflah, saudara Abu Qu’ais meminta izin kepadaku tetapi aku tidak benarkan sehinggalah aku meminta izin darimu. Lalu berkata Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam : ‘Apa yang menghalang engkau untuk membenarkan bapa saudaramu masuk kepadamu?’ Aku berkata : Wahai Rasulullah, sesungguhnya bukan lelaki itu yang menyusukan aku tetapi isteri Abu Qu’ais yang menyusukan aku. Baginda shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata : ‘Izinkanlah dia, sesungguhnya dia adalah bapa saudaramu’. Berkata ‘Urwah : Oleh itu, ‘Aisyah mengatakan apa yang haram disebabkan keturunan itu adalah haram juga disebabkan penyusuan[15].
Dan mahram yang disebabkan oleh mushoharah bermaksud mahram yang disebabkan oleh perkahwinan. Contohnya, bapa kepada si suami (bapa mertua) menjadi mahram dan haram berkahwin dengannya selama-lamanya walaupun perempuan tadi telah bercerai dengan suaminya. Begitu juga anak lelaki kepada si suami yang datang daripada isterinya yang lain juga menjadi mahram kepada perempuan tadi. Dan suaminya juga menjadi mahram kepada ibu perempuan.
Inilah serba-sedikit perincian mengenai hukum-hakam dalam menutup aurat. Semoga para wanita Muslimah dapat memahami apakah tuntutan syara’ yang sebenar dalam kewajipan mereka untuk menutup aurat dan semoga setiap butir ilmu ini dijadikan amalan dan praktikal dalam kehidupan seharian. Allahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar